Mengapa Kita Beragama
Ceramah Dhamma Dr Krishnanda Wijaya Mukti. Vihara Pluit Dharmasukha April 2015.
Pernahkah anda berpikir mengapa anda harus beragama? Apa fungsi beragama untuk anda? Pertanyaan tersebut bisa lebih jauh lagi menjadi mengapa anda memilih beragama Buddha?
Romo Dr. Krishnanda W Mukti memberikan khotbah Dhamma pada kebaktian minggu pagi di Vihara Pluit Dharmasukha dengan topik seputar mengapa kita beragama. Di bawah ini merupakan tulisan dari Dr. Krishnanda W. Mukti yang dibagikan kepada umat yang hadir.
Mengapa Kita Beragama
“Jika engkau berlindung kepada Buddha, Dharma dan Sangha, perasaan takut, khawatir, cemas, tidak akan muncul.” (Samyutta Nikaya 1 hal 220)
Sedikit atau banyak pandangan dan sikap keagamaan mempengaruhi rasa aman seseorang. Karma (perbuatan) memang terkait dengan tanggung jawab, ada yang bersifat individual, ada yang bersifat kolektif. Karma sesungguhnya bukan pembalasan, melainkan sebuah proses sebab akibat. Manusia mempunyai kesempatan untuk mengubahnya. Di sinilah agama berperan, membebaskan manusia dari penderitaan. Agama bukan menakuti, melainkan memberikan rasa aman.
Orang yang tak berdaya akan merasa aman dengan menaruh kepercayaan pada orang lain yang melindunginya. di sini dibutuhkan kehadiran pengayom yang kita sebut pemerintah, dan saudara saudara, dewa penolong atau Buddha dan Bodhisatwa yang memberi rasa aman (abhaya).
Panggilan kesadaran
Mengapa orang-orang beragama? Agaknya jawaban yang paling banyak; mengikuti tradisi dan kepercayaan orangtua dan leluhur, mengikuti hal-hal yang diajarkan orang lain atau terpengaruh oleh lingkungan. Teori-teori mengatakan kebodohan manusia tentang rahasia alam membuatnya menyandarkan diri pada hal hal gaib. Takut terhadap kekuatan diluar dirinya, atau takut menghadapi kematian. Penguasa menggunakan agama untuk membuat rakyatnya taat. Sedangkan Buddha mengajarkan kita untuk mengatasi kebodohan dan ketakutan.
Tidak sedikit orang yang beragama sekedar menjadi pengikut, dan tidak mengenal agamanya dengan baik. Dalam perspektif Buddhis, kepercayaan dan upacara saja tidak cukup, kriteria agama harus mencakup nilai-nilai moral. (Majjhima Nikaya III,hal 72). Pokok pokok keyakinan dan pengaruhnya terhadap sikap moral membedakan agama yang satu dengan yang lain.
Kecenderungan beragama dianggap merupakan bagian dari pembawaan manusia. Penelitian Michael Persinger (1990) dan VS Ramachandran (1997) menunjukkan adanya God Spot di antara jaringan saraf dalam cuping-cuping otak temporal. Pusat spiritual ini tidak membuktikan adanya Tuhan, tetapi menunjukkan bahwa otak telah berkembang ke arah spiritual, menyangkut makna dan nilai kehidupan. Jangan keliru, ada banyak orang yang justru ateis atau tidak beragama.
Kepada Yasa Buddha berkata, “Di sini Yasa, tiada yang mencemaskan. Di sini Yasa tiada yang menyakitkan. Ke sini Yasa aku akan mengajarmu.” (Vinaya Pitaka, I, hal 15). Apa Buddha memanggil kita? Buddha tidak pernah memaksakan keyakinan, atau mencari pengikut (Digha Nikaya.III, hal 56-57). Buddha terlahir karena kasih kepada dunia ( Anguttara Nikaya. I, hal 22). Seharusnya kitalah yang merasa terpanggil. Ada istilah panggilan hati, panggilan jiwa, panggilan hidup, maksudnya adalah panggilan kesadaran kita. Tanpa kesadaran kita tidak akan terpanggil mengikuti kegiatan keagamaan di vihara.
Di zaman dahulu Visakha mengadakan survei di Vihara Pubbarama, meneliti 500 perempuan. Pertanyaannya, mengapa anda ke vihara untuk menjalani praktik hari Uposatha? Responden yang tua mengharapkan rezeki dan kebahagiaan surgawi. Yang paruh baya ingin agar tidak serumah dengan madunya. Yang baru menikah ingin mendapatkan anak pertama laki-laki. Yang belum menikah, mendapatkkan suami yang baik (Dhammapada Athakattha hal 135). Tidak ada yang salah dengan alasan alasan itu. Bagaimana dengan kita?
Motivasi mengamalkan agama
Kita mengenal 3 bentuk motivasi (adhipateyya). Pertama, pengaruh diri sendiri/internal. Berbuat sesuai dengan kehendak dan kesenangan diri sendiri. Kedua, pengaruh dunia luar (eksternal). Berbuat mengikuti pendapat/sikap orang lain, bisa karena takut dipersalahkan atau bertujuan mendapat pujian/mencari nama. Ketiga, pengaruh kebenaran atau Dharma. Berbuat semata-mata demi kebaikan, dengan menyadari bahwa hal itu benar tanpa memperdulikan apa akan mempersulit diri sendiri atau bagaimana sikap orang lain. (Anguttara Nikaya. I, hal 147)
Tentu saja kita harus bangga beragama Buddha. Apa yang bisa kita banggakan? Ada yang bangga karena menemukan ajaran Buddha yang paralel dengan sains. Agama tua malah diakui relevan, sanggup menjawab tuntutan zaman. Mengutip pernyataan Einstein: Agama masa depan akan merupakan sebuah agama kosmis; yang melampaui sesosok Tuhan personal dan menghindari dogma dan teologi, mencakup alam dan spiritual… Jika ada agama yang dapat mengatasi kebutuhan ilmiah modern, agama itu adalah Buddhisme (The Development of Religion/ New York Times Magazine & The World as I See It). Dewasa ini, tidak sedikit orang orang Barat, ilmuwan sampai selebriti mempelajari Buddha-Dharma.
Ada yang membanggakan monumen masa kejayaan di masa silam. Catatan sejarah menunjukkan tidak ada pertumpahan darah atas nama penyiaran agama Buddha. Kita mewarisi nilai-nilai luhur seperti Bhinneka Tunggal Ika terkait dengan multikulturalisme, pluralisme, dan toleransi. Seringkali umat membanggakan prinsip ehipassiko dan isi ajaran yang rasional dan realistis.
Bagaimanapun, apa yang diajarkan Buddha adalah mengenali dan menghentikan penderitaan ( Majjhima Nikaya. I, hal 140). Kita belajar agar mampu berpikir (to able to think) dan berpikir-mengada (to think, to be). Agama untuk manusia, bukan sebaliknya.
Orang yang percaya diri merasa aman karena punya kemampuan untuk menjaga diri sendiri. Buddha memberi petunjuk bahwa dengan menjaga diri sendiri, seseorang juga menjaga orang lain (Samyutta Nikaya. V hal 168). Menjaga diri berarti sadar, benar dan suci, sebagaimana maknanya berlindung kepad Buddha, Dharma dan Sangha.
Jakarta, 26 April 2015
Krishnanda Wijaya-Mukti/ Vihara Pluit Dharmasukha
Demikian tulisan Dr. Krishnanda Wijaya-Mukti sehubungan dengan khotbah beliau tentang “mengapa kita beragama”. Silakan anda mendengarkan secara langsung dengan mengklik tombol play dibawah ini. ( anda membutuhkan flash player terinstall dalam komputer anda) atau mendownloadnya dengan menggunakan username dan password yang telah kami berikan secara gratis kepada setiap anggota ceramahdhamma.com
Ceramah Dhamma Dr. Krishnanda Wijaya-Mukti “Mengapa Kita Beragama”
Semoga ceramah dhamma ini memberikan tambahan wawasan serta kebijaksanaan untuk anda. Semoga anda berbahagia. Semoga semua makhluk berbahagia. Sadhu…Sadhu…Sadhu..
Met pagi Pak Untung..
Saya pengguna Iphone4, bagaimanakah saya bisa mendownload ceramah dharma ini dengan menggunakan Iphone4..?
Terima-kasih
Dear Bu Enna,
belum bisa bu, Sebaiknya download menggunakan PC atau laptop. Setelah itu file Mp3 hasil downloadnya baru di masukkan ke Iphone. Terima kasih.
coba mengunduh “Mengapa Kita Beragama” tapi tidak berhasil.
apanya yang salah?
Trima kasih atas perhatiannya
Pak Hartono mengunduhnya menggunakan komputer atau gadget lain? apa yang tertulis di layar saat tidak berhasil? mohon info nya. Thanks.
Mengunduhnya menggunakan computer
Pak Hartono, Silakan mengulang pengunduhan di saat yang lain, username dan password sudah benar. mungkin ada masalah di jaringan internet nya saat itu.terima kasih.
Xie xie kepada semua pihak atas unduhannya. Gan en.
Gan En,